CERPEN OLEH : AHMAD TOHARI
Dia adalah penipu ketiga yang datang kepadaku hari ini. Dengan
menampilkan kesan orang lapar dan lelah dia, seorang lelaki yang baru ku kenal,
minta uang padaku. katanya, ia harus segera pulang ke Cikokol karena anaknya
sedang sakit disana. Tetapi katanya, ia tak bisa berangkat kecuali aku mau
bermurah hati memberinya ongkos perjalanan.
Tak pedulia adakah desa bernama Cikokol, tak peduli apakah benar anak lelaki
itu sedang sakit disana, bahkan tak peduli apakah aku akan menjadi orang
berhati murah, permintaan ongkos .jalan itu kukabulkan. seribu rupiah segera
berpindah dari tanganku ke tangan laki-laki itu.
Sebagai imbalan aku menerima sekian banyak pujian dan doa-doa keberkahan.
Setelah membungkuk dalam-dalam laki-laki itu keluar halaman dan pergi ke arah
terminal. tadi pagi seorang perempuan mengetuk pintu rumahku. ia memperlihatkan
kesan seorang perempuan saleh dan datang padaku minta sumbangan. Katanya, ia
diutus oleh sebuah yayasan pemeliharaan anak-anak yatim piatu dibanyuwangi. Ia
tunjukkan surat-surat berstempel sebagai bukti jatidirinya. Dan akhirnya ia
berkata bahwa yayasan yang mengutusnya sangat memerlukan bantuan dana. Tanpa
bantuan semacam itu katanya, anak-anak yatim piatu disana akan bertambah
sengsara.
Tak peduli benar-tidaknya cerita perempuan itu, tak peduli palsu-tidaknya
surat-surat yang dibawahnya, permintaanya akan dana kupenuhi. Seribu rupiah
kuserahkan kepadanya dan aku pun mendapat penghargaan berupa kata-kata pujian
dan doa.
Kulihat mata perempuan itu berseri-seri.Mungkin ia merasa senang karena
disangkanya aku tak tahu betapa mudah membuat stempel palsu dan betapa jauh
kota banyuwangi dari rumahku. atau ia mengira aku seorang yang menjalankan perintah
agama dengan baik karena tidak buruk sangka kepada orang yang baru kukenal.
Tak lama sesudah perempuan itu pergi. datanglah tamu lain. Kali ini seorang
lelaki yang memberi kesan amat lugu. Dia membawa bungkusan agak panjang berisi
lap bulu ayam serta empat pisau dapur. kata lelaki itu, barang-barang yang
dibawanya adalah buatan anak-anak penyandang cacat dikota solo. Dia menawarkan
barang-barang itu kepadaku dengan harga,kukira,tiga kali lipat harga yang
sewajarnya.
Yah,Pak.Apalah arti harga yang saya tawarkan bila mengingat nasib anak-anak
cacat itu.
sampean betul. kalau dihitung harga keseluruhan barang yang sampean bawa hanya
dua belas ribu. Uang sebanyak itu bukan hanya sedikit bagiku dan bagi para anak
cacat itu. melainkan juga akan menyulitkan sampean Tidak mudah bagi sampean
menjaga uang itu tetap utuh sampai kesolo yang jaraknya 300 kilometer dari sini
Memang tidak akan utuh sampai ke Solo, sebab saya berhak menggunakannya
sebanyak 25 persen untuk transpor dan uang makan.
Demikian pun sampean masih sulit. Biaya pulang pergi dari sini Solo dengan
kendaraan apa saja minimal akan menghabiskan uang sembilan ribu rupiah. Bila
sampean harus makan tiga kali saja, sampean harus mengeluarkan lagi uang
minimal seribu lima ratus. Sungguh, sampean tetap dalam kesulitan karena
sampean tak mungkin bemberikan uang hanya seribu lima ratus ke pada anak-anak
cacat itu.
Kulihat laki-laki itu jadi bingung.Tangannya bergerak tak menentu.
Mungkin dia ingin berkata sesuatu, Tetapi lama kutunggu tak sepatah kata pun
terucap.
Apabila sampean bingung, Aku akan membantu mengatasinya.Aku akan
bayar dua belas ribu untuk semua barang yang sampean bawa ini. Kemudian
pergilah ke pasar dan sampean bisa mendapat barang-barang sejenis dan sejumlah
ini hanya dengan empat ribu rupiah. Sampean masih punya untung delapan ribu
rupiah dan modal sampean tak sedikit pun berkurang. Gampang sekali, bukan.?
Laki-laki itu membeku dan kelihatan tersiksa. Padahal sungguh aku
tak bermaksud menyakitinya.
Sampean bisa terus berjualan pisau dapur dan lap bulu ayam atas
nama anak-anak cacat di Solo itu selama bisa sampean suka. Apaibila dalam
perantauan ini sampean bisa melakukan sepuluh kali saja transaksi seperti ini,
maka keuntungan sampean mencapai delapan puluh ribu. Dengan membawa uang sebanyak
itu sampean bisa pulang kesolo untuk menggembirakan anak-anak cacat itu.
Tak peduli akan tamuku yang makin bingung itu, kukeluarkan uang
dua belas ribu rupiah, mula-mula tamuku kelihatan ragu, namun kemudian diterima
nya juga uang itu. Empat pisau dapur dan dua lap bulu ayam jadi miliku.
Selesai memasukkan uangnya ke dalam saku, tamuku pamit. Kukira dia
sangat canggung dan serba salah tingkah . Kata-katanya pun terbata. Namun aku
melepaskannya dengan kelayakan karena aku tak punya beban pikiran. Sebaliknya
aku percaya, laki-laki itu masih bingung memikirkan sikapku padanya.
Mungkin laki-laki itu menertawakan diriku karena aku mengajarinya
cara menipu yang sudah lama menjadi modal operasinya. Tanpa kuajari pun dia
akan melakukan apa yang kukatakan padanya.
Tetapi mungkin juga dia percaya bahwa sikapku tulus karena pada
galibnya dua belas ribu rupiah tidak akan mudah keluar dari orang yang tak
memiliki penghayatan tinggi terhadap maksud baik orang lain.
Kemungkinan ketiga, Laki-laki itu menganggap aku demikian naif
karena aku tidak memperlihatkan sikap curiga kepadanya. Oh, andaikan laki-laki
itu tahu bahwa tak satupun perkiraannya benar-benar tepat.
Dan mengapa orang tidak suka mencoba menikmati keindahan seni
penipuan. Perempuan yang mengaku utusan yayasan yatim piatu di banyuwangi itu.
Kalau bukan orang yang benar-benar berbakat dia takkan berhasil Acting sebagai
tokoh yang dilakonkannya. Kalau bukan benar orang yang benar-benar teguh, dia
tidak akan berani untung-untungan minta dana kepadaku. Sebab dengan membuka
kedoknya. Jadi perempuan itu telah menyajikan bakat, keteguhan dan keberanian
menghadapi kemungkinan dipermalukan. Ketiganya diartikulasikan dengan baik
sehingga menjadi sajian artistik yang bisa kunikmati.
Hari ini ketika waktu lohor belum lagi tiba, aku sudah berhadapan
dengan tiga penipu. Mereka aktor-aktor yang baik dan aku menyukai mereka. Ingin
rasanya kau lebih lama berhadapan-hadapan dengan mereka.
Sayang, perempuan yang mengaku dari Banyuwangi itu kira-kira sudah
empat jam berlalu. Lelaki yang mengaku menjualkan barang buatan penyandang
cacat dari solo juga berangkat tak lama kemudian. Tetapi lelaki dari cikokol
itu? Dia belum lama berlalu dan aku yakin dapat menemukannya kembali di kota
kecamatan ini.
Aku mengganti kaus oblong yng kupakai dengan baju lengan panjang,
kain sarung dengan pantalon. Topi pun kusambar dari cantelannya. Kemudian aku
bersicepat, bukan ke arah terminal melainkan ke arah pasar.
Lelaki itu dari Cikokol itu saya jamin disekitar pasar, bukan
diterminal. Lihatlah dia sedang bercakap-cakap dengan seorang. Melihat gerak
gerik dan gayannya berbicara, kuyakini ia sedang mengulangi tipuannya. Tetapi
kulihat calon korbannya menghindar.
Seperti ular kehilangan mangsa yang sudah dililitnya laki-laki
dari Cikokol itu termangu sendiri. Namun matanya yang licik dan awas
mengalihkan pandangan kepadaku. Oh, ternyata orang memang mudah tertipu.
Lihatlah, lelaki Cikokol itu pangling hanya karena aku berganti
pakaian. Dia mendekatiku dan aku siap menikmati tipuannya yang kedua. Dari
jarak beberapa langkah kulihat dia menunduk dan mimik wajahnya mendadak
berubah. Bukan main, dia kelihatan seperti orang amat bingung.
Pak,maaf saya mengganggu.Saya baru kena musibah; uang saya dicopet
orang.Padahal saya harus membeli obat untuk istri saya yang baru melahirkan.
Mendadak lelaki Cikokol itu menghentikan kata-katanya. Kedua
matanya terbuka lebar dan wajahnya tegang. Dan kegugupannya gagal disembunyikan
ketika lelaki Cikokol itu mengenali kembali diriku. Tetapi dia seniman pantomim
yang baik. Kunikmati dengan seksama ketegangan di wajahnya yang perlahan-lahan
mencair. Kini kesan malu terlihat disana. Hanya sepintas, sebab lelaki cikokol
itu akhirnya malah tersenyum. Aku pun membalasnya dengan Senyum.
Eh, Bapak, saya kira siapa,katanya sambil menyengir. Aku pun ikut
nyengir. Dia tersipu-sipu dan kelihatan salah tingkah, padahal aku tetap ramah
padanya.
Maaf Pak, saya telah menipu bapak dan mencoba akan
mengulanginya,Katanya agak Gemetar.
Tenang. Tenanglah orang Cikokol; sejak semula aku sadar dan mengerti
sampean menipuku.
Bapak minta uang Bapak kembali?
Hus! Yang kuminta adalah kelanjutan cerita tentang uang yang
dicopet orang dan tentang istri sampean yang baru melahirkan.
Ya, hanya orang tolol akan percaya cerita seperti itu. Tetapi aku
ingin mendengarnya dan aku tidak main-main.
Ah, bapak. Daripada mendengarkan Cerita yang bukan-bukan,Lebih
baik bapak kuberitahu alasan mengapa aku terpaksa jadi penipu.
usul sampean baik juga. Tetapi bolehkan saya minta jaminan bahwa
Cerita sampean nanti bukan omong kosong?
Demi Tuhan, saya akan bercerita sebenar-benarnya.
Diawali dengan sumpah,wong Cikokol itu memulai cerita yang sangat
terasa sebagai pembelaan dirinya. Dan sumpah itu membuat apa yang dikatakannya
menjadi sebuah tipuan yang bermutu tinggi.
Agar aku bisa lebih lama menikmati sajian istimewa itu aku harus
bisa mengendalikan perasaan sebaik mungkin. Dan aku berhasil. Sampai lelaki
Cikokol itu selesai mengemukakan segala dalih mengapa dia terpaksa jadi penipu.
Aku tetap bersikap sungguh-sungguh mendengarkannya, bahkan menikmatinya. Lelaki
cikokol itu pun kelihatan demikian yakin bahwa dirinya berhasil menipuku buat
kali yang kedua. Dengan demikian dia boleh merasa menjadi penipu yang paling
unggul.
Namun apa jadinya bila orang Cikokol itu tahu bahwa ada penipu
lain yang jauh lebih pandai, yakni dia yang hari ini memberi uang empat belas
ribu kepada tiga penipu teri. Dengan empat belas ribu itu dia berharap tuhan
bisa tertipu lalu memberkahi uangnnya, tak peduli dengan cara apa uang itu
didapat. Dan aku yakin, hanya seorang penipu sejati bisa sangat menyadari akan
kepenipuannya.
Sumber
Kompas,Minggu, 27-01-1991.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar