Selasa, 13 Oktober 2020

Haruskah Belajar Seperti Orang Lain?

           oleh : ALBERT WILLIAM WIBISONO

Pernahkah teman-teman merasa belajar itu tak menarik? Membaca itu membosankan? Atau bahkan dibandingkan dengan orang lain saat belajar? Hal ini terjadi pada seorang pelajar asal Jawa Timur, mari simak bersama kisah anak laki-laki ini. 

            Di suatu kota kecil di Jawa Timur, ada seorang anak yang dianggap cara belajarnya unik menurut orang tuanya. Anak itu bernama Albert William, yang kerap dipanggil Albert. Saat ini, Albert sedang duduk di bangku kelas SMP kelas 9 di TNH. Beruntungnya, saat ini ia diberi kepercayaan untuk menjadi ketua OSIS. Anak dari keluarga sederhana ini sangat senang dapat belajar berorganiasi dan merasa bebas dalam belajar. Tak semudah itu, ada kisah yang berbekas di benak ketua OSIS ini.

            Sejak SD, anak kelahiran Surabaya ini tak suka belajar terlalu lama. Menurutnya, belajar terlalu lama itu cukup membosankan. Ia sering mengantuk saat belajar. Sangat susah untuk dapat duduk diam bagi Albert saat belajar. Menurutnya, belajar terlalu lama itu tak berguna. Hal ini menimbulkan berbagai reaksi dari orang tuanya.

            Sejak kecil, Albert selalu diminta oleh orang tuanya agar rajin belajar agar berprestasi di sekolah. Orang tuanya bermaksud positif, yakni agar Albert mendapatkan beasiswa untuk sekolah. Ia tak berasal dari keluarga yang kaya raya, sehingga harus mendapatkan nilai yang baik. Dalam maksudnya ini, orang tua Albert merasa Albert malas belajar. Mereka menganggap bahwa Albert lebih sering bermain karena sering memegang ponsel pintarnya. 

            Di satu sisi argumen Albert ini benar, karena tidak semua ilmu diajarkan di sekolah. Ilmu yang diberikan saat sekolah merupakan ilmu dasar. Bagaimana dengan pengetahuan mengenai dunia luar? Belum tentu diajarkan di sekolah. Inilah yang selalu ada di benaknya.

            Namun, tentu dalam setiap masalah ada pro dan kontra, tak terkecuali orang tuanya. Mereka beranggapan bahwa apakah bisa memahami semua pelajaran dalam waktu yang singkat? Mereka membandingkan Albert dengan kakaknya yang belajar dalam waktu yang lama. Mungkin maksud mereka baik, agar Albert mendapat nilai yang sempurna.

            Kakak dari anak kelahiran 4 Januari ini sangat gemar dalam belajar. Ia dapat belajar hingga 4 jam dalam sekali belajar. Hal ini berkebalikan dengan Albert yang hanya 15 menit saja. Menurutnya, belajar dalam waktu yang singkat tak akan mudah diingat. Inilah yang ada di pikiran semua orang.

            Albert merasa cukup tertekan karena selalu dibandingkan dengan kakaknya. Suatu hari, saat duduk di kelas 4, Albert mendapat nilai yang buruk dalam ulangan. Sesampainya di rumah, ia langsung ditegur orang tuanya karena malas belajar dan terlalu sering bermain game. Dan saat itu pula Albert dilarang bermain gawai dalam waktu yang cukup lama, yakni selama hampir sebulan. Ia hanya boleh menyentuh gawai saat diijinkan dan ketika mendesak. Hal ini membuat Albert merasa terpukul, karena ia sangat menyukai gawai.

            Benar saja, saat ujian kenaikan kelas, nilai yang diperolehnya biasa saja. Saat itu Albert sangat kacau pikirannya. Dipenuhi rasa marah, kecewa, sedih dan takut. Ia merasa bahwa dirinya bodoh dan tidak membanggakan. Saat menerima hasil belajarnya selama di kelas 4, nilai Albert cukup buruk menurutnya. Sekali lagi ia merasa sangat sedih dan tak dapat berbuat apapun.

            Setelah ditegur, orang tuanya berpesan agar saat kelas 5, ia belajar dengan lebih giat lagi. Namun tetap saja, ia belajar dengan caranya sendiri. Belajar sambil jalan-jalan dan berbicara. Duduk sebentar, lalu berdiri tak tahu hendak berbuat apa. Seperti biasa, ia ditegur kembali. Hingga suatu saat ketika hendak ujian, Albert tak dapat menahan amarahnya. Ia langsung membantah perkataan orang tuanya. Ia menyatakan bahwa ia akan tetap belajar dengan caranya sendiri dan ia meminta gawainya dikembalikan oleh orang tuanya. Saat itu terjadi perdebatan yang cukup lama. Pada akhirnya, dengan berbagai pertimbangan, akhirnya terjadilah sebuah kesepakatan.

            Kesepakatan ini cukup disenangi oleh Albert. Anak yang saat itu duduk di kelas 5 itu diberi kepercayaan untuk dapat belajar dengan caranya sendiri dan memegang gawai. Saat itu ia sangat senang mendengar kesepakatan itu. Menurutnya, kesepakatan ini sangat menguntungkannya. Namun, tak semudah itu, ada target yang harus dicapai. Mendapat nilai yang terbaiklah yang menjadi target yang harus dikejar. Tanpa pikir panjang, Albert langsung menyetujui kesepakatan tersebut. Dia beranggapan bahwa dengan sedikit mengubah cara belajarnya ia dapat memenuhi kesepakatan tersebut.

            Anak dengan ukuran sepatu 40 ini mulai mengubah kebiasaannya dengan tak bermain game di gawainya namun menggunakan gawainya sebagai sarana belajar. Ia senang belajar dengan gawainya dan memperhatikan gurunya menjelaskan dengan seksama. Namun ada satu hal yang tak berubah, yakni ia senang belajar sambil jalan-jalan di dalam rumah dan dalam waktu yang singkat.

            Akhirnya, tibalah waktu pembuktian dari kesepakatan ini. Saat itu,ada ujian akhir semester selama seminggu. Anak berusia 10 tahun ini merasa tegang dan khawatir. “Apakah saya mampu memenuhi kesepakatan ini?” Itulah yang terngiang di pikirannya. Seminggu itu anak ini belajar seperti biasa dan tak lupa berdoa. Tak terasa, seminggu pun berlalu, anak ini menyelesaikan ujian akhir semesternya. Ia merasa lega sekaligus khawatir akan hasil yang didapatkannya. 

            Sekitar dua minggu kemudian, ada panggilan orang tua untuk mengambil hasil belajar siswa selama satu semester. “Bagaimana hasilku?” Pertanyaan yang menghantui pikirannya. Tibalah hari di mana ayah dari anak kelas 5 ini mengambil rapornya. Setibanya di rumah, sang ayah masih tak memberi tahu apapun mengenai hasil belajarnya, ia menunggu ibunya pulang untuk memberi tahu hasilnya

            Sore harinya, Albert pun diberi tahu hasil belajarnya, dan luar biasa mengesankan, ia mendapat kembali juara 1 paralel di kelas 5 dengan nilai yang menurutnya cukup tinggi. Orang tua Albert pun merasa senang dan bangga terhadap anaknya. Mereka kembali berpesan bahwa Albert harus rajin belajar dan menimba ilmu dari mana saja.

            Mereka menyadari bahwa cara belajar setiap anak tidaklah sama. Tidak harus belajar lama untuk memahami, karena tingkat pemahaman setiap orang tidak sama pula. Yang terpenting ialah memanfaatkan teknologi dan waktu sebaik mungkin. Jangan lupa untuk berdoa dan bertanya bila belum paham mengenai materi. Penjelasan guru akan sangat memudahkan bila kita belum paham akan materi yang ingin kita pelajari.

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BAHAN BACAAN TEKS DISKUSI

1. PRO KONTRA IBU KOTA NEGARA 2. BERBAHASA INGGRIS TIDAK NASIONALIS? 3. PRO KONTRA MAINAN LATO-LATO 4. KANTONG PLASTIK BERBAYAR 5. DAUR ULAN...